Bupati Absen, PIJAR Blitar Kritik Lemahnya Komunikasi Publik Pemkab dalam Acara Fun Gathering Media

BLITAR — Acara Fun Gathering Media 2025 yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfotiksan) Kabupaten Blitar pada Rabu (3/12/2025) menjadi sorotan tajam para jurnalis. Alih-alih memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan media, kegiatan ini justru menuai kritik keras akibat ketidakhadiran Bupati Blitar serta sejumlah catatan teknis yang dinilai tidak profesional.

Kritik paling tegas disampaikan oleh Ketua Persatuan Insan Jurnalis Blitar Nusantara (PIJAR Blitar), Sutrisno, yang menilai absennya kepala daerah telah merusak esensi utama acara tersebut.

Dalam forum yang mengusung tema “Penguatan Kolaborasi Strategis” tersebut, kehadiran Bupati Blitar menjadi harapan para pelaku media. Namun, hingga acara berakhir, Bupati tidak menunjukkan diri.

Fun Gathering Media Berujung Polemik: PIJAR Blitar Nilai Pemerintah Tidak Serius Bangun Kolaborasi dengan Pers.

Sutrisno menilai ketidakhadiran tersebut sebagai indikasi lemahnya komitmen pemerintah daerah terhadap kemitraan strategis dengan insan pers.

“Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran Bupati. Ini adalah forum resmi yang justru menjadi momentum penting untuk memperkuat komunikasi publik. Ketidakhadiran beliau menimbulkan kesan bahwa pemerintah kurang serius membangun kemitraan yang setara dan saling menghormati,” tegasnya.

Menurutnya, kehadiran seorang kepala daerah bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk penghargaan terhadap profesi jurnalis yang selama ini berperan menjaga transparansi, akuntabilitas, serta kualitas informasi di tengah masyarakat.

“Ini bukan acara seremonial biasa. Ketidakhadiran pimpinan daerah telah mengurangi nilai strategis agenda ini dan berpotensi merusak kepercayaan insan pers terhadap komitmen pemerintah,” tambah Sutrisno.

Selain kritik terhadap absennya Bupati, PIJAR Blitar juga menyoroti masalah teknis berupa pemberian dana transportasi sebesar Rp100.000 kepada peserta media.

Besaran tersebut dinilai tidak sebanding dengan jarak tempuh yang harus dilalui beberapa awak media, terutama yang berasal dari wilayah kecamatan jauh.

“Transport Rp100 ribu itu tidak logis. Banyak jurnalis yang datang dari wilayah jauh. Ini menunjukkan kurangnya perhitungan dan kesan meremehkan kerja-kerja jurnalistik,” ujar Sutrisno.

Ia menegaskan bahwa penghargaan profesional terhadap media tidak hanya dinilai melalui program atau acara, tetapi melalui perhatian terhadap detail teknis yang mencerminkan keseriusan pemerintah.

PIJAR Blitar meminta Diskominfotiksan agar melakukan evaluasi besar-besaran, khususnya dalam memastikan kehadiran pejabat kunci pada agenda yang melibatkan media.

“Media bukan musuh. Media adalah mitra. Komitmen itu tidak cukup disampaikan secara verbal, tetapi harus diwujudkan melalui kehadiran pejabat tertinggi daerah dan perlakuan yang layak terhadap insan pers,” tegas Sutrisno.

Ia menilai bahwa tanpa kehadiran kepala daerah, fungsi utama kegiatan—yakni membangun hubungan strategis antara pers dan pemerintah—menjadi hilang.

Absennya Bupati dan masalah teknis yang muncul membuat acara ini meninggalkan catatan negatif bagi Diskominfotiksan. Dinas yang seharusnya menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dinilai gagal menghadirkan standar koordinasi yang baik.

PIJAR Blitar menekankan bahwa pemerintah daerah harus memperbaiki pola komunikasi publik dan meningkatkan kualitas kemitraan dengan media, termasuk memperhatikan aspek teknis yang berdampak pada wibawa instansi.

Acara Fun Gathering Media 2025 yang semula dirancang untuk memperkuat hubungan pemerintah dan jurnalis, berakhir dengan banyak pertanyaan terkait prioritas pemerintah daerah dalam membangun komunikasi publik yang inklusif, transparan, dan profesional.

banner 400x130

Publik Geram: Penanganan Kasus Judol Diduga Bisa “Dibeli”, Polda Jatim Tak Beri Jawaban

MALANG – Praktik judi online kembali menyeret warga ke ranah hukum. Namun, kasus terbaru justru memantik tanda tanya besar publik terkait integritas penegakan hukum oleh oknum aparat. Unit III Subdit I Siber Polda Jawa Timur diduga melakukan penangkapan sekaligus pembebasan seorang terduga pelaku judi online dengan “mahar tebusan” mencapai Rp75 juta.

Informasi ini diperoleh dari beberapa narasumber yang enggan disebutkan identitasnya. Terduga pelaku berinisial MY, warga Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, disebut ditangkap di rumahnya pada Senin, 16 November 2025 sekitar pukul 18.16 WIB.

“Benar MY ditangkap Cyber Polda Jatim di rumahnya. Tapi besoknya sudah bebas, setelah keluarganya membayar sekitar Rp75 juta,” ungkap salah satu narasumber kepada wartawan.

MY disebut sudah kembali ke rumah dan “menghirup udara bebas” hanya selang satu hari setelah penangkapan, yakni pada Selasa, 17 November 2025.

Tim media telah menghubungi anggota Unit Siber Polda Jatim, termasuk mencoba berkoordinasi melalui pesan WhatsApp kepada Unit I dan Wadirsiber Polda Jawa Timur.

Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun respons dari pihak kepolisian.

Sikap bungkam ini memicu kecurigaan dan memperkuat dugaan publik tentang praktik “tangkap–lepas” dalam kasus tindak pidana judi online.

Kasus ini memunculkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin pemberantasan judi online bisa berjalan efektif jika oknum aparat diduga memperjualbelikan proses hukum?

Penangkapan yang diikuti pembebasan cepat dengan dugaan tebusan besar membuat warga menilai penegakan hukum tidak tegas dan mudah diperdagangkan.

“Bagaimana mau menimbulkan efek jera? Kalau bisa bayar, bebas. Kalau tidak bayar, baru diproses,” keluh narasumber lain.

Warga juga menyinggung bahwa banyak masyarakat yang terjerat judi online karena faktor ekonomi dan pengangguran. Namun ketika kasusnya diusut, justru muncul dugaan “praktik damai” antara oknum aparat dan pelaku.

Jika dugaan “tebusan” benar terjadi, maka potensi pelanggaran hukum oleh oknum aparat sangat serius. Secara hukum, hal ini bisa masuk pada beberapa tindak pidana:

  1. Pemerasan oleh oknum aparat
  2. Penyalahgunaan wewenang
  3. Obstruction of justice
  4. Pelanggaran Etik dan Disiplin Kepolisian
  5. Dugaan Pidana Judi Online Tetap Melekat pada MY

Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius Kapolda Jawa Timur. Dugaan “tangkap–lepas bermahar” bukan hanya mencoreng nama institusi kepolisian, tetapi juga berpotensi:

  • Melemahkan kepercayaan publik,
  • Menggagalkan pemberantasan judi online,
  • Memperburuk citra penegakan hukum nasional.

Kompolnas, Propam, dan Itwasda semestinya turun melakukan investigasi internal, terutama karena dugaan keterlibatan Unit Siber Polda Jatim menyangkut kredibilitas penegakan hukum di level sensitif.

Hingga laporan ini dirilis, tim masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari:

  • Wadirsiber Polda Jatim
  • Subdit I Siber
  • Bidang Humas Polda Jatim

Media berharap pihak kepolisian memberikan keterangan terbuka untuk menghindari simpang siur informasi dan menjaga akuntabilitas.

Desa Kaulon Rehabilitasi Kantor Desa Demi Pelayanan Publik yang Lebih Nyaman

BLITAR – Pemerintah Desa Kaulon, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui rehabilitasi sebagian kantor desa, khususnya empat ruangan yang berada di sisi selatan. Proyek ini dibiayai dari Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) sebagai bentuk prioritas desa terhadap kenyamanan dan kebutuhan masyarakat.

Kepala Desa Kaulon, Jais, S.Pd., menyebutkan bahwa rehabilitasi ini merupakan langkah mendesak mengingat kondisi kantor desa sebelumnya dinilai tidak layak huni. Saat musim hujan, perangkat desa maupun warga yang membutuhkan pelayanan sering kesulitan mencari tempat yang aman dan nyaman.

“Kantor desa ini pusat pelayanan publik. Kami ingin memberikan layanan yang nyaman, cepat, akurat, dan gratis. Itu semua harus dimulai dari fasilitas kerjanya. Jika perangkat desa bekerja dengan tenang, masyarakat pun akan mendapatkan pelayanan yang memuaskan,” ujar Jais.

Fokus Layanan Masyarakat, Desa Kaulon Benahi Kantor Desa yang Tak Layak.

Proses rehabilitasi disepakati dalam Musyawarah Desa (Musdes). Dengan banyaknya kebutuhan mendesak dan keterbatasan anggaran, Pemerintah Desa Kaulon memilih memangkas kegiatan seremonial dan mengalihkan anggarannya untuk perbaikan infrastruktur dasar pelayanan publik.

Meski anggaran tidak sepenuhnya mencukupi, semangat gotong royong masyarakat dan perangkat desa membuat pembangunan tetap bisa berjalan. Sebagian biaya ditutupi dengan swadaya, bahkan satu ruangan tambahan dibiayai langsung dari dana pribadi Kepala Desa.

“Anggarannya memang belum mencukupi, tetapi sebagian kami kerjakan dengan swadaya. Alhamdulillah prosesnya sudah mulai berjalan,” tambah Jais.

Rehabilitasi empat ruangan utama ini diharapkan segera rampung sehingga Kantor Desa Kaulon dapat kembali berfungsi optimal sebagai pusat pelayanan publik yang aman, ramah, dan nyaman. Langkah ini sekaligus menandai transformasi baru dalam tata kelola pelayanan desa.

Kasus Dugaan Pasal 81 Jo 76E UU Perlindungan Anak di Raja Ampat Meledak di Publik ! Ofi Sasmita Turun Tangan, Desak Proses Hukum Cepat dan Tanpa Toleransi

Raja Ampat, Papua Barat Daya — Kasus dugaan kejahatan seksual terhadap anak kembali menggemparkan publik. Peristiwa memilukan yang menimpa korban berinisial NA, seorang anak di bawah umur, kini menjadi sorotan nasional.
Kasus ini tengah ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Raja Ampat, dan keluarga korban bersuara lantang agar proses hukum segera diselesaikan.

Ofi Sasmita, tante korban yang juga figur nasional di dunia advokat, jurnalis, dan aktivis, mengeluarkan ultimatum tegas. Ia meminta pihak penyidik untuk segera merampungkan berkas perkara dan melimpahkannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Kami menuntut aparat bertindak cepat, profesional, dan transparan. Tidak ada kompromi untuk pelaku kejahatan terhadap anak. Keadilan harus ditegakkan, bukan ditunda,” tegas Ofi kepada wartawan.

Sosok Nasional dengan Jaringan Kuat

Ofi Sasmita bukan sekadar keluarga korban. Ia merupakan tokoh penting di berbagai organisasi strategis yang memiliki pengaruh luas, di antaranya:

  • Presiden Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Asosiasi Wartawan Media Online Republik Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Posbakum Pranaja
  • Presidium Pusat Ahli Konsultan Hukum Pertambangan dan Pengadaan Republik Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha dan Pekerja Pertambangan Republik Indonesia
  • Presiden Komite Advokasi Tambang Republik Indonesia
  • Sekretaris Presiden Jaringan Advokasi Lingkungan Hidup Republik Indonesia
  • Dewan Kehormatan Nasional Komite Advokat Indonesia
  • Dewan Kehormatan Nasional Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia

Dengan kapasitasnya yang besar, Ofi memastikan kasus ini akan terus dikawal hingga tingkat persidangan.
Bahkan, ia menegaskan akan menggunakan seluruh jaringan komunikasi, media, dan relasi organisasinya di tingkat lokal, nasional, hingga internasional untuk memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

“Saya pastikan, seluruh jejaring komunikasi saya akan bergerak. Ini bukan hanya perjuangan pribadi, tapi gerakan bersama untuk melindungi anak-anak Indonesia. Pelaku tidak boleh lolos dari jerat hukum,” ujarnya.

Peringatan Keras untuk Aparat

Ofi juga menegaskan bahwa lambatnya penanganan kasus seperti ini bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap hukum.
Ia meminta agar pihak kepolisian menunjukkan komitmen nyata bahwa hukum di Indonesia berlaku sama untuk semua.

“Kalau hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, itu tanda kemunduran bangsa. Saya tegaskan, jangan pernah anggap enteng kejahatan terhadap anak. Ini kejahatan luar biasa,” pungkasnya.

Tekanan Publik yang Menguat

Dengan sorotan yang semakin tajam dari publik, kasus ini diprediksi akan menjadi trend nasional dalam beberapa hari ke depan.
Gelombang dukungan untuk korban terus berdatangan, dan tekanan terhadap aparat penegak hukum kian menguat agar proses pelimpahan perkara segera dilakukan.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa perlindungan anak bukan sekadar slogan, melainkan kewajiban nyata yang harus dijalankan oleh semua pihak, termasuk negara dan aparat penegak hukum.

Redaksi