Kerugian Miliaran Akibat Modus “Tebas Borong”: Petani Jeruk Resmi Tempuh Jalur Hukum

MALANG — Kasus dugaan penipuan berkedok praktik tebas borong kembali mencuat di wilayah Poncokusumo, Kabupaten Malang. Puluhan petani jeruk mengaku menjadi korban ulah seorang tengkulak bernama Wahyu Sulistiono, warga Desa Ngadireso, yang diduga tidak melunasi pembayaran hasil panen selama bertahun-tahun. Nilai kerugian para petani diperkirakan telah mencapai lebih dari satu miliar rupiah.

Kasus ini kini memasuki babak baru setelah para korban secara resmi melaporkan Wahyu Sulistiono ke Kepolisian Resor (Polres) Malang pada 27 November 2025. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/436/XI/2025/SPKT POLRES MALANG/POLDA JATIM.

Sejumlah petani yang menjadi korban di antaranya Supriyanto, warga Pandansari, bersama tiga saksi korban Muhamad Sholeh, Eka Fatmanto, dan Suremi mendatangi Polres Malang dengan didampingi kuasa hukumnya. Mereka memaparkan pola dugaan penipuan yang dilakukan terlapor.

Modus yang dijalankan terlapor berupa pembelian panen jeruk dengan sistem tebas borong. Wahyu Sulistiono memberikan uang muka (DP) dalam jumlah kecil, kemudian berjanji melunasi sisa pembayaran dalam waktu singkat mulai dari hitungan jam setelah panen hingga janji transfer pada sore hari.

“Pembayaran itu tidak pernah lunas. Kami hanya diberi janji-janji palsu. Ada yang dicicil sedikit, tapi banyak yang tidak dibayar sama sekali hingga bertahun-tahun,” ujar Supriyanto dengan nada kecewa.

Kuasa hukum para korban, Hertanto Budhi Prasetyo S.S, S.H, M.H, menegaskan bahwa nilai kerugian yang dialami petani sangat signifikan. Dari sepuluh korban yang telah terdata sementara, jumlah kerugian material diperkirakan telah menembus lebih dari Rp 1 miliar.

Ia menambahkan bahwa jumlah tersebut belum mencakup korban lain yang belum berani melapor.

“Ini baru sebagian korban. Kami yakin masih banyak petani lain yang mengalami kerugian serupa di Poncokusumo dan sekitarnya,” ungkap Hertanto.

Menurutnya, praktik terlapor bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi juga menghambat produktivitas petani yang sangat bergantung pada hasil panen jeruk untuk kebutuhan hidup dan modal tanam selanjutnya.

Supriyanto mewakili para korban menyampaikan bahwa mereka telah kehabisan kesabaran karena terlapor tidak pernah menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran.

“Kami sebagai petani jeruk memohon agar Polres Malang benar-benar serius menangani perkara penipuan atau penggelapan ini,” tegasnya.

Para petani berharap aparat kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut melalui penyelidikan menyeluruh, termasuk menelusuri kemungkinan adanya aset-aset terlapor yang dapat disita sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Tujuan pelaporan ini tidak semata-mata mengenai ganti rugi, tetapi juga untuk mencegah munculnya korban baru.

Pihak Polres Malang saat ini telah menerima laporan para korban dan sedang memulai tahap penyelidikan. Para petani berharap proses hukum berjalan objektif, cepat, dan memberikan kepastian hukum atas dugaan penipuan yang telah berlangsung lama dan menimbulkan kerugian besar bagi komunitas petani jeruk di wilayah tersebut.

banner 400x130

Penyidikan Kasus Bank Jatim Dinilai Gelap, Polres Didesak Buka Tabir Kerugian Rp23 Miliar

SUMENEP – Hampir satu bulan setelah Satreskrim Polres Sumenep melakukan penggeledahan dan penyitaan terkait dugaan korupsi di Bank Jatim Cabang Sumenep, penanganan kasus ini kembali menjadi sorotan publik. Kuasa hukum Bang Alief menilai Polres Sumenep kurang menunjukkan sikap kooperatif dalam memberikan informasi perkembangan penyidikan.

Sebagaimana diketahui, pada Jumat (24/10/2025), Penyidik Tipikor Polres Sumenep bersama Kejaksaan Negeri Sumenep mengamankan sejumlah barang bukti penting.

Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus Rusdianto, menjelaskan bahwa tim gabungan menemukan indikasi kuat penyalahgunaan mesin EDC dalam kerja sama antara Bank Jatim Sumenep dan Bang Alief, perusahaan jasa pengiriman uang tunai.

“Tadi kita melakukan penggeledahan dan penyitaan. Kita berhasil mengamankan uang tunai sebesar Rp657 juta, perak putih sekitar 5,7 kilogram, dua unit sepeda motor, serta satu unit ruko di Jalan Trunojoyo yang sudah kita segel,” kata Agus dalam konferensi pers di Mapolres Sumenep, Jumat (24/10/2025).

Ia menegaskan bahwa temuan tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan resmi dan penyelidikan internal Tipikor terkait dugaan praktik fraud yang menyebabkan kerugian bank mencapai puluhan miliar rupiah.

“Itu sampai jebol sekitar puluhan miliar. Untuk detailnya akan kami rilis lebih lanjut,” ujarnya.

Dalam konferensi pers sebelumnya, Senin (3/11/2025), Kamarullah menyoroti aspek pertanggungjawaban internal Bank Jatim atas kerugian yang terjadi sepanjang 2019 hingga 2022.

“Secara korporasi, secara administratif, ini harus jelas. Dalam kasus kerugian Rp23 miliar itu ada rentang waktu tiga tahun. Di situ ada 22 nama, mulai pimpinan cabang 2019–2022, tim IT, hingga audit internal,” paparnya.

Menurutnya, perbankan memiliki standar operasional yang ketat, mulai dari closing harian, rekap, tutup bulan, hingga audit akhir tahun. Karena itu ia menilai kecil kemungkinan penyimpangan sebesar itu bisa lolos tanpa diketahui.

“Lolos satu hari saja aneh, apalagi lolos dari tutup bulan dan akhir tahun. Biasanya akhir tahun semua masalah muncul dan terbuka,” ujarnya.

Kamarullah mempertanyakan mengapa dugaan penyimpangan yang berlangsung sejak 2019 tersebut kini seakan ditimpakan kepada dua orang saja.

“Kenapa dari 2019 sampai 2022 ujungnya hanya diarahkan kepada Mas Fajar dan satu nama lagi, Maya Puspita Syari? Apa yang sebenarnya dikerjakan Bank Jatim selama periode itu?” tegasnya.

Kasus fraud ini telah menjadi perhatian publik sejak Maret 2025. Barisan Keadilan Rakyat (Bakar) bahkan mendesak Polres Sumenep membuka secara transparan perkembangan penyidikan dugaan penyimpangan keuangan yang disebut mencapai Rp20 miliar.

Namun hingga pertengahan November 2025, sejumlah pihak menilai perkembangan kasus ini belum menunjukkan keterbukaan yang diharapkan.

Kuasa Hukum Bang Alief, Kamarullah, pada Sabtu (16/11/2025) menyampaikan kekecewaannya atas minimnya respons Polres Sumenep ketika media meminta penjelasan lanjutan.

“Teman-teman media hanya diberi jawaban ‘sesuai prosedur’. Tidak ada penjelasan lain, padahal kami sudah membuka data, fakta, dan bukti secara lengkap dan rigid,” katanya.

Ia menegaskan pihaknya siap membuka seluruh informasi di ruang publik, bahkan melalui forum terbuka yang melibatkan media, tokoh masyarakat, akademisi, praktisi, hingga mahasiswa. Tujuannya untuk memaparkan skema dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Bank Jatim yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sebesar Rp23 miliar.

“Jika penyidik Polres Sumenep tidak kooperatif, tentu menimbulkan pertanyaan besar: ada apa? Kalau memang prosesnya sesuai prosedur dan bukti, kenapa harus khawatir seperti tersandera?” tegasnya.

Kamarullah menegaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud mendiskreditkan institusi Polres Sumenep, tetapi mendorong penegakan hukum yang tegas dan transparan.

“Ini peluang bagi Polres untuk menunjukkan integritas. Kasus di Bank Jatim sudah terang benderang, tinggal dibuka saja. Tidak usah takut”