Jakarta, RN — Politisi senior Partai Golkar Ir. Rully Chairul Azwar, M.Si menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah atas keputusan menetapkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, H. M. Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional.
Menurutnya, keputusan ini sudah sangat tepat dan memenuhi seluruh kriteria kepahlawanan, karena Soeharto telah memberikan jasa besar yang nyata bagi bangsa Indonesia, baik dalam perjuangan mempertahankan Pancasila maupun dalam membangun fondasi ekonomi nasional.
“Saya mengucapkan syukur alhamdulillah dan terima kasih kepada pemerintah, karena akhirnya Pak Harto dapat ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Ini keputusan yang sangat layak dan memenuhi semua kriteria. Polemik soal setuju atau tidak setuju seharusnya sudah selesai,” ujar Rully kepada wartawan lewat percakapan telpon di Jakarta (10/11/2025).
Ia menilai bahwa perdebatan yang masih muncul di sebagian kalangan lebih disebabkan oleh sisa dendam politik dan kurangnya penghargaan terhadap jasa pemimpin terdahulu.
Bangsa Tidak Akan Maju Jika Terjebak Dendam
Menurut Rully, bangsa Indonesia tidak akan berkembang bila terus terjebak pada konflik masa lalu. Ia menilai, sebagian pihak kerap mengulang narasi negatif tentang Soeharto tanpa melihat sumbangsih besarnya terhadap negara.
“Kalau bicara soal otoriter atau pelanggaran HAM, semua presiden kita pasti pernah dinilai seperti itu. Tidak ada manusia yang luput dari kekurangan,” tegasnya.
Yang tidak fair adalah kalau hanya melihat sisi negatifnya saja dan melupakan jasa besar beliau yang juga dinikmati seluruh bangsa.
Rully mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa pahlawannya tanpa harus mengkultuskan atau meniadakan kekurangannya.
“Kita ini tidak akan maju kalau hanya membicarakan hal-hal yang tidak produktif, apalagi membawa dendam politik masa lalu,” tambahnya.
Fokus pada Kesejahteraan dan Masa Depan Bangsa
Rully menegaskan bahwa seharusnya energi bangsa diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, bukan menghidupkan kembali konflik politik yang sudah lewat.
“Masyarakat hari ini lebih membutuhkan solusi untuk kesejahteraan, lapangan kerja, pendidikan murah, dan kesehatan terjangkau — bukan perdebatan soal benar-salah masa lalu,” ujarnya.
Sudah saatnya kita bicara tentang bagaimana menciptakan masa depan yang produktif.
Soal Usulan dari Keluarga Cendana
Menanggapi anggapan bahwa usulan gelar pahlawan ini muncul karena pengaruh keluarga presiden yang sedang berkuasa, Rully menegaskan hal itu tidak benar.
“Yang mengusulkan banyak pihak dari berbagai daerah, bukan hanya keluarga Cendana. Bahkan sebelum Mbak Titiek Soeharto bicara di media, kita semua sudah lebih dulu mengusulkan,” jelasnya.
Prosesnya dilakukan secara terbuka oleh panitia khusus. Jadi ini bukan keputusan politis.
Ia juga menyebut hasil survei publik menunjukkan dukungan luas terhadap Soeharto.
“Survei para pengamat menunjukkan 80,7 persen mendukung Pak Harto mendapat gelar pahlawan. Kalau tidak percaya, silakan survei lagi. Ini bukti bahwa masyarakat menilai secara objektif,” ujarnya.
Penyelamat Pancasila dan Arsitek Pembangunan
Rully menegaskan, jasa terbesar Soeharto tidak bisa dihapus dari sejarah: menyelamatkan Pancasila dan membangun fondasi ekonomi nasional yang masih dirasakan hingga kini.
“Pak Harto itu penyelamat Pancasila. Waktu itu Pancasila hampir saja diselewengkan oleh PKI, tapi beliau berdiri tegak menyelamatkannya,” tegas Rully.
Rully menilai dari masa revolusi kemerdekaan hingga pembangunan, beliau tidak pernah absen. Jasanya besar, dan harus diakui.
Asas Tunggal Pancasila: Upaya Meredam Konflik Ideologis
Menjawab kritik dari beberapa tokoh ormas terkait kebijakan Asas Tunggal Pancasila, Rully menjelaskan bahwa kebijakan itu justru lahir dari niat baik untuk menjaga stabilitas politik nasional.
“Asas tunggal dibuat untuk menghindari konflik politik bernuansa agama. Karena agama tidak boleh dijadikan alat politik,” terangnya.
Kita ini bangsa yang beragam. Setelah diimplementasikan, asas tunggal ini terbukti membuat politik kita lebih stabil dan inklusif.
“Mari Fokus ke Depan, Bukan Terjebak Masa Lalu”
Sebagai penutup, Rully mengajak masyarakat untuk mengakhiri polemik sejarah dan lebih fokus pada masa depan bangsa.
“Semua pemimpin pasti ada kekurangannya. Tapi kalau seseorang pernah memimpin bangsa ini, hargailah jasa yang telah ia berikan,” ujarnya.
Menurut Rully, sudahlah kita stop polemik soal pro kontra pahlawan. Mari bicara hal-hal yang produktif untuk masa depan bangsa.
Rully kemudian menambahkan pesan reflektif yang sarat makna bagi generasi kini:
“Tiap masa ada pemimpinnya, dan tiap pemimpin ada masanya. Tidak ada pemimpin yang abadi, tetapi jasa dan keteladanan mereka akan selalu menjadi bagian dari sejarah bangsa,” ucapnya penuh penekanan.
“Dan bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya, bukan bangsa yang melupakan mereka karena perbedaan pandangan politik.” tambah Rully.
Keputusan pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada H.M. Soeharto menandai babak baru dalam rekonsiliasi sejarah bangsa.
Meski masih menyisakan pro dan kontra, suara seperti disampaikan Ir. Rully Chairul Azwar mengingatkan kita bahwa penghormatan terhadap jasa pemimpin bukan berarti menutup mata terhadap sejarah — melainkan menempatkannya dalam proporsi yang adil dan bijak.(BA)
















